Pada sore hari yang dingin, saat saya mulai merasakan suntuk. Saya memutuskan untuk membaca buku & pilihan hari ini jatuh pada buku Taste Berries for Teens. Saat saya membuka halaman buku, saya berhenti pada cerita yang berjudul AKU TERPERGOK MENYONTEK. Saya bagikan kisahnya disini.
Aku menyangka bahwa hal terburuk di kelas IPA adalah memeriksa pertumbuhan contoh jamur yang kami buat dari kacang, roti, pisang dan makanan "berambut" lainnya. Aduh, baunya! Begitulah yang kusangka, sampai aku menghadapi ulangan IPA di akhir semester. Ayahku tahu betapa pentingnya aku mendapat nilai bagus untuk ulangan IPA. Jadi, dia membantuku belajar, dan pada hari ujian dia membuatkan aku sarapan. Lalu, dia membriku salah satu pidatonya yang berjudul "kau pasti bisa"
Meskipun sudah dibantu Ayah, aku tidak terlalu yakin bisa mendapatkan A di ulangan itu. Karena Ayahku membantuku, aku tak mau mengecewakan dia dengan mendapat nilai rendah. Lalu, aku membuat keputusan yang sangat buruk. Sejujurnya, waktu itu terasa bukan seperti keputusan, tapi lebih seperti dorongan hati.
Pokoknya, aku terpergok menyontek.
Sekolah menelepon Ayahku dan menceritakan apa yang terjadi dan mereka menjadwalkan rapat orang tua guru. Tak perlu disebut lagi, aku dan Ayahku mengobrol serius. Dia menjelaskan bahwa mendapat nilai jelek itu bukan hal buruk; itu hanya satu hasil, dan bukan hasil akhir - Aku benar-benar senang Ayahku mengerti - meskipun katanya ini adalah "pengertian dari orang baik" yang terakhir darinya. Katanya nilai jelek disana - sini bisa dia toleransi, tetapi mencontek tidak. "Nilai jelek berarti tidak siap," lanjut Ayahku, "tetapi, mencontek tak bisa berarti lain selain tidak punya martabat." Aku mengerti pesannya. Dan aku belajar hal lain:kalau kita mencontek, biasanya kita meragukan diri kita dan kemampuan kita untuk menguasai apa yang telah kita pelajari. Seluruh kejadian ini, termasuk kekecewaan Ayahku pada diriku, mengajari sesuatu yang tak mungkin pernah bisa kuduga - aku lebih suka mendapat nilai jelek dengan jujur, daripada dengan nilai tinggi hasil mencontek. Pokoknya tidak sepadan dengan perasaan kita.
Meskipun sudah dibantu Ayah, aku tidak terlalu yakin bisa mendapatkan A di ulangan itu. Karena Ayahku membantuku, aku tak mau mengecewakan dia dengan mendapat nilai rendah. Lalu, aku membuat keputusan yang sangat buruk. Sejujurnya, waktu itu terasa bukan seperti keputusan, tapi lebih seperti dorongan hati.
Pokoknya, aku terpergok menyontek.
Sekolah menelepon Ayahku dan menceritakan apa yang terjadi dan mereka menjadwalkan rapat orang tua guru. Tak perlu disebut lagi, aku dan Ayahku mengobrol serius. Dia menjelaskan bahwa mendapat nilai jelek itu bukan hal buruk; itu hanya satu hasil, dan bukan hasil akhir - Aku benar-benar senang Ayahku mengerti - meskipun katanya ini adalah "pengertian dari orang baik" yang terakhir darinya. Katanya nilai jelek disana - sini bisa dia toleransi, tetapi mencontek tidak. "Nilai jelek berarti tidak siap," lanjut Ayahku, "tetapi, mencontek tak bisa berarti lain selain tidak punya martabat." Aku mengerti pesannya. Dan aku belajar hal lain:kalau kita mencontek, biasanya kita meragukan diri kita dan kemampuan kita untuk menguasai apa yang telah kita pelajari. Seluruh kejadian ini, termasuk kekecewaan Ayahku pada diriku, mengajari sesuatu yang tak mungkin pernah bisa kuduga - aku lebih suka mendapat nilai jelek dengan jujur, daripada dengan nilai tinggi hasil mencontek. Pokoknya tidak sepadan dengan perasaan kita.
Diambil dari Taste berries for Teens - Les Williamson (16 tahun)
Tapi, cerita diatas bukan berarti pasrah mendapat nilai buruk. Berusaha dengan baik menunjukkan kepercayaan akan kemampuan diri, tidak mencontek menunjukkan kejujuran dan keyakinan bahwa usaha saya tidak sia-sia. GBU ^^
Jangan lupa ya beri komentar ^^
BalasHapusiya Ibuu
BalasHapus